Perkembangan
Moral, Nilai, Spiritual, Pendidikan Karakter, Kecerdasan Ganda, Pemrosesan
Informasi, Sikap Prososial, Gender dan Pemrosesan Informasi pada Anak dan
Remaja
Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas kelompok dalam
Mata Kuliah Perkembangan Peserta
Didik
Dosen pengampu : Suyoto, M.Pd
Di susun oleh:
Kelompok 10
Kelas 1F
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FALKUTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2011/20012
MOTTO
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (Q. S. At-tahrim
: 6)
Artinya : “Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” (Q. S. Al-Ahzab : 21)
Nama
Anggota :
1.
Hesti Kurniasih (112144)
2.
Lusiani (112144)
3.
Tika Ratna Ciptan Diani (112144360)
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulilah segala
puji kita panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga kita mampu menyelesaikan makalah ini. Salawat serta salam
senantiasa kami sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta sahabat dan
keluarganya.
Meskipun dalan
penyusunan makalah ini penyusun banyak menghadapi hambatan-hambatan namun
dengan bantuan berbagai pihak, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan. Untuk
itu dalam kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terimakasih kepada yang
terhormat:
1.
Bapak Suyoto, M.Pd selaku dosen Perkembangan
Peserta Didik sebagai pembimbing makalah ini.
2.
Kedua orang tua kami yang telah
membimbing dan memberikan doa restu.
3.
Seluruh teman-teman yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini.
Sebagai
penyusun kami menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan, oleh karnanya penyusun berharap dari para pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun khususnya dan pemerhati pendidikan
pada umatnya, serta makalah ini merupakan sebuah pengabdian kepada Allah SWT
dan dapat menambah ketundukan kepada-Nya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Purworejo,
Maret 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
MOTTO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Tujuan Penulisan Makalah
BAB II RUMUSAN MASALAH
BAB III PEMBAHASAN MASALAH
A.
Perkembangan Moral
B.
Perkembangan Nilai
C.
Perkembangan Spiritual
D.
Pendidikan Karakter
E.
Kecerdasan Ganda
F.
Pemrosesan Informasi
G.
Sikap Prososial
H.
Gender dan Pemrosesan Informasi pada
Anak dan Remaja
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN HASIL DISKUSI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hidup adalah
perbuatan”, demikianlah kata Sutrisno Bachir. Hidup itu adalah pilihan demikian
kata yang lain. Dan masih banyak lagi definisi-definisi subyektif tentang
kehidupan ini. Namun yang terpenting, bahwa hidup adalah memperjuangkan apa
yang menjadi nilai-nilai kehidupan itu sendiri. Para pahlawan menjalani
kehidupannya untuk memperjuangkan sebuah nilai kemerdekaan sejati. Para ilmuwan
menjalani kehidupannya untuk memperjuangkan sebuah nilai kebenaran pengetahuan
dan pembelajaran. Dan masih banyak lagi contoh-contoh pemaknaan dari kehidupan
yang kesemuanya itu sebenarnya menjelaskan hakikat kehidupan itu sendiri.
Nilai-nilai kehidupan itu beraneka ragam, namun pada dasarnya ia hanya terbagi
menjadi dua bagian besar yaitu nilai kebaikan dan nilai keburukan. Setiap
individu diciptakan Tuhan bebas untuk menentukan jalan hidupnya berdasarkan
pada nilai-nilai kehidupan yang ada. Implikasinya, manusia pasti akan mencari
tahu nilai-nilai kehidupan itu, baik melewati proses internalisasi dan
pembelajaran dari pengalaman yang ia alami. Sehingga sampai ada pepatah yang
mengatakan “pengalaman adalah guru yang paling baik”. Ketika manusia telah
mengetahui nilai-nilai kehidupannya, maka saat itulah hati sanubarinya akan
bersuara memberikan pilihan atas nilai-nilai tersebut. Pemahaman dan
penghayatan yang dilakukan akan membawanya kepada kearifan hidup yang berujung
pada munculnya sikap hidup yang sesuai dengan nilai kehidupan. Dengan demikian,
manusia akan menjadi baik manakala ia menginternalisasi nilai-nilai kehidupan
yang baik. Sebaliknya, manusia akan menjadi buruk ketika ia menginternalisasi
nilai-nilai kehidupan yang buruk. Maka dari itu, dalam makalah ini akan kami
bahas mengenai perkembangan nilai, moral dan sikap manusia. Pembahasan ini
meliputi definisi; karakteristik; faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
dan upaya pengembangan nilai, moral dan sikap; dan upaya pengembangannya.
B. Tujuan Penulisan Makalah
1. Agar
mahasiswa dapat mengetahui perkembangan masa- masa manusia dalam kehidupan.
2. Agar
mahasiswa dapat mengetahui perkembangan nilai-nilai manusia di dalam kehidupan.
BAB
II
RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah
perkembangan moral itu?
2. Apakah
perkembangan nilai?
3. Apakah perkembangan spiritual?
4. Apakah
pendidikan karakter?
5. Apa
yang dimaksud kecerdasan ganda?
6. Jelaskan
mengenai pemrosesan informasi!
7. Jelaskan
mengenai pemrosesan informasi!
8. Apakah
itu perkembangan peran jenis kelamin, penggolongan gender, perkembangan gender,
dan pemrosesan informasi pada anak dan remaja?
BAB
III
PEMBAHASAN
MASALAH
A. Perkembangan
Moral
Perkembangan moral
adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain
(Santrock, 1995). Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral
yang siap untuk dikembangkan. Karena itu, dalam pengalamannya berinteraksi dengan orang lain (dengan orang
tua, saudara, teman sebaya, atau guru), anak belajar memahami tentang perilaku
mana yang baik, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku yang buruk, yang tidak
boleh dikerjakan.
1.
Teori Psikoanalisa tentang Perkembangan
Moral
Dalam menggambarkan
perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagiaan struktur kepribadian
manusia atas tiga, yaitu id, ego, dan superego. Id adalah struktur kepribadian
yang terdiri atas aspek biologis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah
struktur kepribadian yang terdiri dari aspek psikologis, yaitu sub sistem ego
yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Sedangkan superego
adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek sosial yang berisikan
sistem nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan benar dan salahya
sesuatu.
2.
Teori Belajar- Sosial tentang
Perkembangan Moral
Teori belajar sosial
melihat tingkah laku moral sebagai respons atas stimulus. Dalam hal ini,
proses-proses penguatan, penghukuman dan peniruan digunakan untuk menjelaskan
perilaku moral anak-anak.
3.
Teori Kognitif Piaget tentang
Perkembangan Moral
Teori kognitif piaget
mengenai perkembangan moral melibatkan prinsip-prinsip dan proses-proses yang
sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalam teorinya tentang
perkembangan intelektual. Bagi Piaget perkembangan moral digambarkan melalui
aturan permainan. Berdasarkan hasil
observasinya tahapan aturan-aturan
permainan yang digunakan anak-anak, piaget menyimpulkan bahwa pemikiran
anak-anak tentang moralitas dapat dibedakan atas dua tahap, yaitu:
1. Tahap
Heterononous Morality
Tahap
perkembangan moral yang terjadi pada anak usia kira-kira 6 hingga 9 tahun.
Anak-anak pada masa ini yakin akan keadilan immanen, yaitu konsep bahwa bila
suatu aturan yang dilanggar, hukuman akan segera dijatuhkan.
2. Tahap
Autonomous Morality
Tahap
perkembangan moral yang terjadi pada anak usia kira-kira 9 hingga 12 tahun. Anak
mulai sadar bahwa aturan-aturan dan hukuman-hukuman merupakan ciptaan manusia
dan dalam penerapan suatu hukuman atau suatu tindakan harus mempertimbangkan
maksud pelaku serta akibat-akibatnya.
4.
Teori Kohlberg tentang Perkembangan
Moral
Teori kohlberg tentang
perkembangan moral merupakan pelumas, modifikasi, dan redefeni atas teori
piaget. Teori ini didasarkan atas analisisnya terhadap hasil wawancara dengan
anak laki-laki usia 10 hingga 16 tahun yang dihadapkan dengan suatu dilema
moral, di mana mereka harus memilih antara tindakan menaati peraturan atau
memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang bertentangan dengan beraturan. Hal
penting dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan
tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata.
Moral merupakan suatu
kebutuhan yang penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman untuk menentukan
identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yang harmonis, dan
menghindari konflik-konflik peran yang selalu terjadi dalam masa transisi.
Moralitas pada hakitatnya adalah penyelesaian konflik antara dirinya dan orang
lain, antara hak dan kewajiban (Setiono, 1994).
B. Perkembangan
Nilai
Masa remaja merupakan
suatu proses pertumbuhan dan kelanjutan pengetahuan menuju bentuk sikap dan
tingkah laku yang mengarah pada kedewasaan. Sedikit demi sedikit kondisi
kejiwaan mereka berkembang, lebih memaknai apa yang mereka alami serta lebih
peka pada kondisi emosional di sekitar mereka. Mereka mulai bisa mengendalikan
emosi sehingga moral dan sikap mereka menunjukkan nilai dalam kehidupan.
Dalam kenyataan di
sekitar kita, dapat diamati bahwa moral masyarakat Negara-negara Barat berbeda
dengan moral yang dimiliki oleh Negara Negara Timur. Hal ini dikarenakan latar
kebudayaan yang sangat berbeda. Sebagai contoh, bagi masyarakat di Negara
Negara barat menggunakan pakaian-pakaian minim (seksi) di khalayak umum adalah
hal yang biasa bahkan menjadi budaya dan kebiasaan. Akan tetapi,bagi masyarakat
Timur hal tersebut sangat tidak lazim bahkan dianggap tidak bermoral atau
memalukan. Hal ini mencerminkan bahwa perkembangan moral masyarakat Timur bisa
disebut lebih sopan moralnya dalam hal berbusana daripada masyarakat Barat.
Terdapat
perbedaan- perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai dan moral sebagai
pendukung sikap dan perilakunya. Jadi mungkin terjadi individu atau remaja yang
tidak mencapai perkembangan nilai, moral, dan serta tingkah laku. Perwujudan
nilai, moral, dan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Tidak semua individu
mencapai pengembangan nilai-nilai hidup, perkembangan moral dan tingkah laku
seperti yang diharapkan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
mengembangkan nilai,moral dan sikap remaja adalah berikut:
a. Menciptakan
komunikasi. Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang
nilai-nilai dan moral. Tidak hanya memberikan evaluasi, tetapi juga merangsang
anak tersebut supaya lebih aktif dalam beberapa pembicaraan dan pengambilan
keputusan. Di lingkungan keluarga, teman sepergaulan, serta organisasi atau
kelompok. Sedangkan disekolah misalnya anak diberi kesempatan untuk kerja atau
diskusi kelompok. Sehingga anak berperan secara aktif dalam tanggung jawab dan
pengambilan keputusan.
b. Menciptakan
iklim lingkungan yang serasi. Seseorang yang mempelajari nilai hidup tertentu,
dan moral dan kemudian berhasil memiliki sikap dan tingkah laku sebagai
pencerminan nilai hidup itu umumnya adalah seseorang yang hidup dalam
lingkungan secara positif,jujur dan konsekuen dalam tingkah laku yang merupakan
pencerminan nilai hidup tersebut.
Untuk remaja, moral merupakan suatu kebutuhan tersendiri oleh karena
mereka sedang dalam keadaan membutuhkan suatu pedoman atau petunjuk dalam
rangka mencari jalannya sendiri. Pedoman ini untuk menumbuhkan identitas diri, kepribadian
yang matang dan menghindarkan diri dari konflik-konflik yang selalu terjadi di
masa ini. Nilai-nilai keagamaan perlu mendapat perhatian, karena agama juga
mengatur tingkah laku baik buruk. Sehingga dapat dikatakan bahwa suatu
lingkungan yang lebih bersifat mengajak, mengundang, atau memberi kesempatan
akan lebih efektif daripada lingkungan yang ditandai dengan adanya larangan-
larangan yang bersifat serba membatasi.
C. Perkembangan
Spiritual
1.
Pengertian
Spiritualitas
Kata spiritualitas
berasal dari bahasa inggris yaitu spirituality, kata dasarnya spirit yang
berarti roh, jiwa, semangat (Echols dan Shadily, 1997). Kata spirit sendiri
berasal dari kata latin spiritus yang berarti luas atau dalam (breath), keteguhan
hati atau keyakinan (courage), energi atau semangat (vigor), dan kehidupan
(Ingersoll, 1994). Kata sifat spiritual berasal dari kata latin spiritualis
yang berarti of the spirit (kerohanian). Ingersoll (1994) mengartikan
spiritualis sebagai wujud dari karakter spiritual, kualitas, atau sifat dasar.
Menurut Aliah B.
Purwakania Hasan (2006), spiritualitas memiliki ruang lingkup dan makna pribadi
yang luas, hanya saja spiritualitas dapat dimengerti dengan membahas kata kunci
yang sering muncul ketika orang-orang menggambarkan arti spiritualis bagi
mereka. Dengan mengutip hasil penelitian Martsolf dan Mickley, Aliah B.
Purwakania Hasan menyebutkan beberapa kata kunci yang bisa dipertimbangkan,
yaitu:
1)
Meaning (makna)
2)
Values (nilai-nilai)
3)
Transcendence (transendensi)
4)
Connecting (bersambung)
5)
Becoming (menjadi)
2. Spiritualitas dan Religiusitas
Agama memang tidak
mudah untuk didefinisikan secara tepat, karena agama mengambil bentuk
bermacam-macam diantara suku-suku dan bangsa-bangsa di dunia. Secara etimologi,
religion (agama) berasal dari bahasa latin religio, yang berarti suatu hubungan
antara manusia dan Tuhan. Berbeda dengan agama, spiritualitas lebih banyak
melihat aspek dalam lubuk hati, riak getaran hati nurani pribadi, sikap
personal yang bagi banyak orang lain merupakan misteri, karena intimitas jiwa.
Dalam ini, spiritualitas mencakup citra rasa totalitas kedalam pribadi manusia.
Istilah spiritulitas
dan religius sering kali dianggap sama, namun banyak pakar yang menyatakan
keberatannya jika kedus istilah ini dipergunakan saling silang. Spiritualitas
adalah kesadaran tentang diri, dan kesadaran individu tentang aasl, tujuan dan
nasib. Agama adalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi
fisik di atas dunia. Agama memiliki kesaksian iman, komunitas, dan kode etik.
Dengan kata lain, spiritualitas memberikan jawaban siapa dan apa orang itu
(keberadaan dan kesadaran), sedangkan agama memberikan jawaban apa yang harus
dikerjakan seseorang (perilaku atau tindakan).
Spiritualitas dalam Psikologi Humanistik
Teori ini menyiratkan penolakan terhadap
pendapat bahwa tingkah laku manusia sema-mata ditentukan oleh faktor di luar
dirinya. Sebaliknya, teori ini melihat manusia sebagai aktor dalam drama
kehidupan, bukan reaktor terhadap insting atau tekanan lingkungan. Teori ini
berfokus pada pentingnya pengalaman disadari yang bersifat subjektif dan
self-direction.
3. Spiritualitas dalam Psikologi
Transpersonal
Psikologi transpersonal
sebenarnya merupakan kelanjutan atau lebih tepatnya pengembangan dari psikologi
humanistik. Ada dua unsur yang menjadi perhatian psikologis transpersonal,
yaitu potensi-potensi luhur (the highest potentials) dan fenomena kesadaran
(state of consciousness) manusia. Denagn kata lain, psikologi transpersonal
menfokuskan perhatian pada dimensi spiritual dan pengalaman-pengalaman rohaniah
manusia.
4. Dimensi-mimensi Spiritualitas
Meskipun para peneliti
tentang spiritual yang sehat mencatat bahwa spiritual harus dipahami dalam
miltidimensional, namun Ingersoll (1994) menggambarkan spiritualitas dalam
tujuh dimensi, yaitu:
1)
Makna (meaning)
2)
Konsep tentang ketuhanan (conception of
divinity)
3)
Hubungn (relationship)
4)
Misteri (mystery)
5)
Pengalaman (experience)
6)
Perbuatan atau permainan (play)
7)
Intregrasi (intregration)
Berbeda dengan Ingersoll, Burkhardt
(dalam Achir Yani s Hamid, 2000), menyebutkan empat dimensi spiritualitas,
yaitu:
1)
Berhubungan dengan sesuatu yang tidak
diketahui atau tidakkepastian dalam kehidupan.
2)
Menentukan arti atau makna hidup.
3)
Menyadari kemampuan untuk menggunakan
sumber dan kekuatan dalm diri sendiri.
4)
Mempunyai perasaan keterkaitan denagn
diri sendiri dan Tuhan Yang Maha Tinggi.
5. Teori Perkembangan Spiritual Fowler
Dalam teorinya, Fowler
mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan keyakian yang dibangun atas dasar
teori-teori perkembangan dari Erikson, Piaget, Kohlberg, Perry, Gillingan, dan
Levinson. Fowler bahwa spiritualitas dan kepercayaan dapat berkembang hanya
dalam lingkup perkembangan intelektual dan emosional yang dicapai oleh
seseorang. Ketujuh tahap perkembangan agama itu adalah:
1. Primal
faith
2. Intuitive-projective
faith
3. Mythic-literal
faith
4. Synthetic-conventional
faith
5. Individuative-reflective
faith
6. Conjuctive
faith
7. Universaling
faith (Dacey dan Kenny, 1997)
a.
Karakteristik Perkembangan Spiritualitas
Anak Usia Sekolah
Menurut Fowler (dalam
Muhammad Idrus, 2006), pada tahap ini sesuai denagn tahap kognitifnya, anak
daapat baerfikir logis dan mengatur dunia dalam katagori-katagori yang baru.
b.
Karakteristik Perkembangan Spiritualitas
Remaja
Keyakinan agama pada
remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa awal
kank-kanak ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan
dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka
mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan
eksistensi.
c.
Implikasi Perkembangan Moral dan
Spiritual terhadap Pendidikan
Berikut ini akan
dikemukakan beberapa stategi yang mungkin dapat dilakukan guru di sekolah dalam
membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik :
1. Membeikan
pendidikan moral adan keagamaan melalaui kurikulum tersembunyi (hidden
curriculum), yakni sekolah menjadi atmosfer moral dan agama secara keseluruhan.
2. Memberikan
pendidikan moral langsung (direct moral education) yakni pendidikan moral
dengan pendekatan pada nilai dan juga sifat selama jangka waktu tertentu atau
menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat tersebut ke dalam kurikulum.
3. Memberikan
pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai (values clarification)
yaitu pendekatan pendidikan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya
menbantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa
yang berharga untuk dicari.
4. Menjadikan
pendidikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya,
tidak hanya bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi
dari pengalaman keberagamaan.
5. Membantu
peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual
parenting, seperti:
§ Memupuk
hubungn kadar anak dengan Tuhan melelui doa setiap hari.
§ Menanyakan
kepada anak bagaimana Tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari.
§ Memberikan
kesadaran kepada anak bahwa Tuhan akam membimbing kita apabila kita meminta.
D. Pendidikan
Karakter
Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME),
diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia
insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan
atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan
ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter, sekarang ini mutlak
diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan
di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi
juga usia dewasa. Mutlak perlu untuk kelangsungan hidup Bangsa ini.
Bagi Indonesia sekarang
ini, pendidikan karakter juga berarti melakukan
usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan
menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa tidak akan ada
masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter
rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang
bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa
kegigihan, tanpa semangat
belajar
yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan
di tengah-tengah kebinekaan, tanpa semangat
berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan
optimisme.
Pendidikan karakter dapat
diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi
pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata
pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak
hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan
pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.
E. Kecerdasan
Ganda
Kecerdasan
adalah salah satu milik kita yang berharga.Akan tetapi kecerdasan adalah salah
satu konsep yang sulit didefinisikan sehingga orang – orang paling cerdas pun
abelum mencapai kesepakatan perihal definisi dan cara pengukurannya.
1. Pengertian Kecerdasan
Beberapa
ahli mendeskripsikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah;
ahli lain mendeskripsikannya sebagai kapasitas beradaptasi dan belajar dari
pengalaman.Ahli lain berpendapat bahwa kecerdasan meliputi karakteristik
seperti kreatifitas dan keahlian interpersonal.Kita akan menggunakan definisi
kita tentang kecerdasan sebagai kemampuan menyelesaikan masalah dan beradaptasi
serta belajar dari pengalaman.
Kecerdasan
berasal dari perubahan fokus ke arah penilaian dan perbedaan – perbedaan
individu. Perbedaan – perbedaan individu adalah perbedaan yang konsisten dan
stabil pada tiap orang. Perbedaan kecerdasan individual secara umum telah
diukur melalui tes - tes kecerdasan, yang didesain untuk menyatakan pada kita
apakah seseorang dapat bepikir lebih baik dibandingkan orang lain yang
mengerjakan tes yang sama.
Penggunaan suatu skor tunggal untuk
mendeskripsikan kinerja seseorang dalam tes – tes kecerdasan memberi kesan
bahwa kecerdasan adalah kemampuan umum,sebuah sifat bawaan tunggal.Skala –
skala wechler memberikan nilai – nilai khusus untuk sejumlah keahlian
intelektual, dan juga sebuah nilai menyeluruh.
Wechsler bukanlah psikolog
pertama yang memilah – milah kecerdasan menjadi sejumlah kemampuan, dan juga
bukan yang terakhir. Sejumlah psikolog kontemporer terus – menerus mencari
komponen – komponen spesifik yang membentuk kecerdasan.Beberapa dari mereka
tidak bergantung pada tes – tes kecerdasan tradisional dalam
mengkonseptualisasi ikan kecerdasan.
Pendekatan – pendekatan
faktor sebelum Wechsler membagi kecerdasan menjadi kecerdasan khusus dan umum,
Charles Spearman (1927) mengajukan teorinya bahwa kecerdasan memiliki dua
faktor. Teori dua faktor adalah teori Spearman bahwa individu – individu
memiliki kecerdasan umum,
Spearman
mengembangkan teorinya dengan menerapkan
suatu teknik yang disebut analisis faktor. Analisis Faktor ialah suatu
prosedur statistik yang menghubungkan nilai – nilai tes untuk mengidentifikasi
kelompok – kelompok atau faktor – faktor yang mendasar.
Menurut
Gardner, orang memiliki kecerdasan ganda dan tes – tes IQ mengukur sebagian
kecil saja. Kecerdasan – kecerdasan ini bersifat mandiri satu dengan yang lain.
Sebagai bukti adanya kecerdasan ganda, Gardner menunjukan kejadian – kejadian
dimana kemampuan kognitif tertentu tetap bertahan meskipun ada kerusakan otak.
Ia juga menunjuk pada anak – anak yang mengalami keterbelakangan (seperti
autis) tetapi memiliki keahlian luar biasa dalam bidang tertentu (seperti
karakter Dustin Hoffman dalam film “Rain Man” yang merupakan seseorang autis
tetapi memiliki kemapuan hitung yang luar biasa.
Gardner
(1983, 1993, 2001, 2002) mengusulkan delapan tipe kecerdasan. Daftar berikut
mendeskripsikan tipe – tipe tersebut disertai contoh – contoh pekerjaan yang
cocok (Campbell, campbell, dan Dickinson, 2004)
·
Keahlian Verbal : Kemampuan menggunakan
kata – kata dan bahasa untuk mendeskripsikan makna.
Pekerjaan
: Penulis, Jurnalis, pembicara
·
Keahlian Matematis : Kemampuan
mengerjakan operasi – opersi matematika.
Pekerjaan
: Ilmuan, insyinyur, akuntan
·
Keahliah spasial : kemampuan berpikir
tiga dimensi
Pekerjaan
: arsitek, seniman, pelaut
·
Keahlian Kinesterik – fisik : kemampuan
memanipulasi obyek dan menjadi ahli secara fisik.
Pekerjaan
: Ahli bedah, pemahat, penari, atlet
·
Keahlian Musikal : Sensitivitas terhadap
pola titinada (pitch), melodi, ritme, dan nada.,
Pekerjaan
: Komposer, pemusik, dan pendengar pemusik yang peka.
·
Keahlian Inter – Personal :kemampuan untuk
memahami dan berinteraksi scara efektif dengan orang lain.
Pekerjaan
: Guru yang sukses, prefesional dalam bidang kesehatan mental
·
Keahlian inter – personal : Kemampuan
untuk memahami diri sendiri
Pekerjaan
: Teolog, psikolog
·
Keahlian natural : Kemampuan
mengobservasi pola – pola alam dan memahami sistem alamiah atau sistem buatan
manusia.Pekerjaan : Petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli taman.
Menurut Gardner, setiap
orang memiliki semua tipe kecerdasan tersebut. Tetapi dalam tingkatan yang
bervariasi. Akibatnya, kita cenderung mempelajari dan memproses informasi
dengan cara yang berbeda – beda. Orang mampu belajar dengan baik ketika mereka
dapat mengaplikasikan keunggulan kecerdasan mereka dalam tugas itu.
Tujuan menerapkan
pandangan Gardner dalam mendidik anak adalah memungkinan mereka menemukan dan
mengeksplorasi bidang – bidang dimana mereka memiliki keingintahuan dan bakat
alami. Menurut Gardner, seandainya para Guru memberi anak – anak kesempatan
untuk menggunakan tubuh, imajinasi dan indra mereka, hampir setiap siswa akan
menemukan bahwa dirinya sangat ahli dalam suatu hal tertentu. Bahkan seseorang
yang tidak memahami satu bidang ilmupun
akan menemukan bahwa dirinyaa memiliki kekuatan – kekuatan yang setara dengan
orang lain.
F.
Pemrosesan Informasi
Pemrosesan informasi adalah suatu kerangka
berpikir mengenai perkembangan remaja, sekaligus juga suatu faset perkembangan
tersebut. Pemrosesan informasi terdiri dari gagasan-gagasan tertentu mengenai
jalan pemikiran remaja dan metode terbaik untuk mempelajarinya.
Pemrosesan informasi berkaitan
dengan bagaimana individu memproses informasi tentang dunia mereka. Bagaimana
informasi masuk ke dalam pikiran, lalu disimpan dan diolah. Lalu bagaimana
informasi tersebut diambil kembali untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
kompleks seperti memecahkan masalah dan berpikir.Prinsip behaviorisme dan
belajar yang tradisional tidak banyak menjelaskan hal yang terjadi dalam
pemikiran seseorang. Sedangkan teori perkembangan kognitif Piaget memberi garis
besar perubahan kognisi, tetapi tidak menjelaskan sejumlah rincian penting
mengenai langkah-langkah yang dilalui dalam menelaah informasi.
Pandangan pemrosesan informasi
mencoba memperbaiki kekurangan teori behaviorisme tradisional dan teori Piaget,
pandangan ini menguraikan proses-proses mental dan mengajukan penjelasan rinci
mengenai cara kerja proses-proses tersebut dalam situasi yang konkret (Siegler,
1995).Tiga perubahan perkembangan dalam hal pemrosesan informasi pada remaja :
remaja memproses informasi lebih cepat, memiliki kapasitas pemrosesan yang
lebih besar, dan menunjukkan otomatisasi yang lebih besar dalam memproses
informasi dibanding anak-anak. Sedangkan menurut Robbie Case (1985), remaja
memiliki semakin banyak sumber kognitif yang tersedia karena meningkatnya
otomatisasi, kapasitas pemrosesan dan keakraban dengan materi pengetahuan.
Dalam pemrosesan informasi terdapat
dua proses kognitif yang sangat penting yaitu atensi dan memori. Atensi adalah
pemusatan atau pemfokusan usaha mental yang bersifat selektif dan beralih.
Sedangkan memori adalah penyimpanan informasi sepanjang waktu yang merupakan
pusat bagi kehidupan mental dan pemrosesan informasi. Memori terbagi menjadi
dua yaitu memori jangka pendek dan memori jangka panjang.
Atensi dan memori terjadi agak cepat
ketika remaja menelaah informasi atau menyelesaikan suatu masalah, maka
pemecahan dan pemantauan kognitif berperan bagi remaja dalam memantau untuk
mengarahkan dan mengendalikan kegiatan mereka.
Pemantauan kognitif (cognitive
monitoring) adalah proses pencatatan hal-hal yang sedang dikerjakan, apa yang
akan dikerjakan kemudian, dan seberapa efektif kegiatan mental tersebut
berkembang. Pemantauan kognisi selain penting untuk memahami cara remaja
memecahkan masalah sosial juga penting dalam memecahkan masalah yang berkaitan
dengan aspek non sosial dari inteligensi. Misalnya saat remaja sedang
mengerjakan soal matematika, yang terdiri dari banyak soal dan membutuhkan
waktu yang panjang, ia akan menentukan jenis masalah yang dikerjakan dan cara
terbaik untuk memecahkannya. Dengan begitu mereka dapat menilai apakah jalan
yang dilakukannya berhasil atau tidak.
Orang tua, guru, dan teman sebaya
dapat menjadi sumber yang efektif untuk meningkatkan pemantauan kognitif
remaja. Pengajaran timbal balik adalah strategi pengajaran yang semakin banyak
dipakai.
Berkaitan erat dengan keterampilan pengambilan keputusan yang tepat adalah berpikir kritis. Berpikir kritis meliputi kemampuan seseorang untuk memahami makna yang mendalam dari suatu masalah, keterbukaan pikiran terhadap berbagai pendekatan atau pandangan yang berbeda, dan menentukan sendiri hal yang diyakininya. Agar pemikiran kritis dapat berkembang secara efektif, dibutuhkan dasar yang kuat dalam hal keterampilan dan pengetahuan dasar di masa kanak-kanak.
Berkaitan erat dengan keterampilan pengambilan keputusan yang tepat adalah berpikir kritis. Berpikir kritis meliputi kemampuan seseorang untuk memahami makna yang mendalam dari suatu masalah, keterbukaan pikiran terhadap berbagai pendekatan atau pandangan yang berbeda, dan menentukan sendiri hal yang diyakininya. Agar pemikiran kritis dapat berkembang secara efektif, dibutuhkan dasar yang kuat dalam hal keterampilan dan pengetahuan dasar di masa kanak-kanak.
Psikolog kognitif, Robert J.
Stenberg (1985), berpendapat bahwa kebanyakan program sekolah tidak mendidik
anak untuk berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis remaja dalam kehidupan
sehari-hari menurut Stenberg adalah : mengenali ada masalah, mendefinisikan
masalah dengan jelas, mengatasi masalah, mengambil keputusan mengenai hal-hal
pribadi yang penting, mendapatkan informasi, berpikir dalam kelompok, dan
merancang pendekatan jangka panjang untuk masalah jangka panjang.
Menurut pada peneliti, program
berpikir kritis akan lebih efektif bila programnya bersifat ”domain-spesific”
atau berisi hal-hal yang berkaitan langsung dengan masalah khusus tertentu
daripada yang bersifat ”domain-general” atau yang bersifat umum.
Pada masa kini, komputer sangat
berperan penting dalam perkembangan pandangan pemrosesan informasi. Komputer
memiliki dampak positif sebagai pengajaran, alat multiguna yang juga aspek
motivasional dan sosial dari komputer. Meski begitu terdapat pula dampak
negatifnya yang mencakup adanya pemecahan dan dehumanisasi terhadap belajar, selain
pembentukan kurikulum yang tidak terjamin.
G. Tingkah
Laku Prososial
Ditinjau dari
perspektif psikologi perkembangan, manusia adalah mahluk yang senantiasa
mengalami perubahan atau ‘change over time’. Sejak dari masa konsepsi hingga
meninggal dunia, manusia secara bertahap mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan. Salah satu aspek perkembangan psikososial yang di alami manusia
adalah perkembangan tingkah laku prososial.
Dalam khasanah
psikologi, istilah tingkah laku prososial bukanlah hal yang baru. Sejumlah ahli
telah berusaha mempelajari tingkah laku tersebut dan mencoba untuk memutuskan
definisi yang dianggap dapat memberikan penjelasan. Eisenberg dan Fabes (1998),
misalnya, secara sederhana mendefinisikan tingkah laku prososial sebagai
“voluntary behaviour intented to benefit another”. Menurut Baron Byrne (1991)
tingkah laku prososial adalah tindakan menolong orang lain. Adapun Wispe (dalam
Wrightsman, 1981) mendefinisikan tingkah laku prososial sebagai tingkah laku
yang punya konsekuensi sosial positif yaitu menambah kondisi fisik dan psikis
orang lain menjadi lebih baik. Semantara itu Brigham, (1991) menggungkapkan
bahwa wujud tingkah laku prososial meliputi: murah hati (charity), persahabatan
(friendship), kerjasama (cooperation), menolong (helping), penyelamatan
(rescuing), pertolongan darurat oleh orang yang terdekat (bystander
intervension), pengorbanan (sacrificing), berbagi/memberi (sharing). Demikian
juga Bar-Tal (1976) mendefinisikan tingkah laku prososial sebagai tingkah laku
yang dilakukan secara sukarela, menguntungkan orang lain tanpa antisipasi
reward eksternal dan tingkah laku tersebut dilakukan tidak untuk dirinya
sendiri. Selanjutnya Lead (dalam Staub, 1978) menyatakan ada tiga kriteria yang
menentukan tingkah laku altruistic, yaitu:
1.
Tindakan yang bertujuan khusus
menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan rewards eksternal.
2.
Tindakan yang dilakukan dengan sukarela.
3.
Tindakan yang menghasilkan sesuatu yang
baik.
Menurut Staub (1978)
tingkah laku prososial adalah tindakan sukarela dengan menganmbil tanggung
jawab menyejahterakan orang lain.
Dari beberapa definisi
para ilmuwan diatas, dapat dipahami bahwa tingkah laku prososial adalah tingkah
laku sosial positif yang menguntungkan atau membuat kondisi fisik atau psikis
orang lain lebih baik, yang dilakukan atas dasar suksrela tanpa menghaapkan
rewards eksternal. Dalam penelitian ini tingkah laku tersebut meliputi
membantu/menolong, berbagi, dan
menyumbang.
a. Sumber tingkah laku prososial
Endosentris.
Salah satu sumber tingkah laku prososial adalah berasaldari dalam diri
seseorang yang disebut sebagai sumber endosentris. Sumber endosentris adalah
keinginan untuk mengubah diri, yaitu memajukan self-image. Keinginan mengubah
diri tersebut sebagai suatu cara untuk meningkatkan self-image positif yang
berfokus kepada aspek self-moral. Secara keseluruhan endosentris ini
meningkatkan konsep diri (self-consept). Salah satu bentuk self-concept adalah
self-expectations (harapan diri). Self-expectations menjelma ke dalm
bentuk-bentuk: rasa bahagia, kebanggaan rasa aman, evaluasi diri yang positif.
Self-expectations timbul karena seorang hidup di lingkungan sosial, dimana
dalam kehidupan sosial terdapat norma-norma dan nilai. Norma-norma sosial yang
di internalisasi ke dalam self-expectations terdiri atas:
1. Norms
of aiding
a. Norm
of sosial responssibility
b. Norm
of giving
2. Norms
of justice
a. Norm
of equity
b. Norm
of reciprocity
Eksosentris. Sumber
eksosentris adalah sumber untuk memerhatikan dunia eksternal, yaitu memajukan,
membuat kondisi lebih baik dan menolong orang lain dari kondisi buruk yang
dialami. Konsep dasar memajukan orang lain adalah karena adanya:
a) Kesadaran
bahwa orang membutuhkan bantuan (pencapaian tujuan bervalensi positif).
b) Aktor
dan orang yang membutuhkan bantuan dihubungkan oleh hubungan sosial yang
memajukan.
Orang yang melakukan
tindakan menolong karena mengetahui bahkan mampu merasakan kebutuhan,
keinginan, perasaan dan penderitaan orang lain. Hal ini dijelaskan pula oleh
Piliavin dan Piliavin (dalam kalylowski,1982) bahwa tindakan menolong tejadi
karena:
a) Adanya
pengamatan kecelakaan atau penderitaan pada seseorang. Pengalaman ini akan
menimbulkan:
·
Persepsi untuk memutuskan bahwa telah
terjadi kecelakaan.
·
Adanya kedekatan jarak fisik antara orang-orang
yang ada disekitarnya dengan tempat kejadian kecelakaan.
·
Adanya persepsi yang sama dan kedekatan
emosional terhadap korban.
b) Adanya
pengamatan terhadap penderitaan yang dirasakan oleh kecelakaan, sehingga timbul
motivasi untuk menguranginya.
Menurut Derlege dan
Grzelak (1982) bahwa tingkah laku prososial bisa trjadi karena adanya
penderitaan yang dialami oleh orang lain. Pertolongan yang diberikan sebagai
suatu tindakan tunggal dengan tidak mengharapkan rewards eksternal.
Pada prinsipnya tingkah
laku prososial terjadi karena “ada yang memberi dan ada yang menerima”
petolongan. Dalam situasi tersebut terdapat saling ketergantungan antara yang
menolong dengan yang ditolong. Pemberian pertolongan memerlukan situasi khusus,
yaitu situasi ketergantungan, dimana seseorang yang membutuhkan pertolongn
tergantung paada oang lain yang memberikan pertolonagan.
b. Perkembangan tingkah laku prososial
Bar-Tal, dkk., (dalam
Derlega dan Grzelak, 1982) mengklasifikasikan perkembangan tingkah laku
prososial sesuai dengan perkembangan kognitif, socisl-perspective, dan
perkembangan moral.adapun tahapan perkembangan tingkah laku prososial tersebut
ada enam, yaitu:
1)
Compliance dan Concrete, Defined
Reinforcement. Pada tahap ini individu melakukan tingkah laku menolong karena
permintaan atau perintah yang disertai terlebih dahulu denagn reward atau
punishment.
2)
Compliance. Pada tingkat ini individu
melakukan tingkah laku menolong krena tunduk pada otoritas.
3)
Internal Initiative dan Concrete Reward.
Pada tahap ini individu menolong karena tergantung pada permintaan reward yang
diterima.
4)
Nornative Behaviour. Pada tahap ini
individu menolong orang lain untuk memenuhi tuntutan masyarakat.
5)
Generalized Reciprocity. Pada tahap ini
tingkah laku menolong didasari oleh-prinsip-prinsip universal dari pertukaran.
Menurut Gouldner (dalam Derlege dan Grzelak, 1982) secara umum norma
reciprocity, meliputi: orang yang ditolong dengan orang yang telah menolong,
orang yang tidak akan merugikan orang yang menolongnya.
6)
Altruistic Behaviour. Pada tahap ini
individu melakukan tindakan menolong secara sukarela.
c.
Keputusan tingkah laku prososial
Dalam membuat keputusan
seseorang akan menolong atau tidak, sangat dipengaruhi oleh banyak faktor.
Pertama faktor dalam diri manusia, misalnya kepribadian, kemampuan, moral,
kognitif, dan empati. Kedua, faktora yang ada di luar diri manusia misalnya
kehadiran orang lain, norma-norma, dan situasi tempat kejadian.
Menurut Sears, dkk
(1992) dalam situasi tertentu, keputusan untuk menolong melibatkan proses kognisi
sosial kompleks dan pengambilan keputusan yang rasional, yaitu:
Ø Pertama
: orang harus memerhatikan bahwa sesuatu sedang berlangsung dan memutuskan
apakah pertolongan dibutuhkan atau tidak.
Ø Kedua
: jika pertolonagan dibutuhkan, mungkin orang itu masih mempertimbangkan sejauh
mana tanggung jawabnya untuk bertindak.
Ø Ketiga
: orang tersebut mungkin menilai ganjaran dan kerugian bila membantu atau
tidak.
Ø Keempat
: orang itu harus memutuskan jenis pertolongan apa yang dibutuhkan, dan
bagaimana memberiakannya.
Bar-Tal (1976)
mengemukakan bagaimana seseorang memutuskan untuk melakukan suatu tingkah laku
prososial dalam situasi tidak darurat (nonemergency) dan variabel-variabel yang
memengaruhi keputusan tersebut. Karakteristik tidak darurat menurut Bar-Tal, yaitu:
1)
Situasi tersebut tidak menyebbkan adanya
ancaman atau kerusakan terhadap aspek-aspek kehidupan atau hak milik.
2)
Situasi tersebut merupakan kejadian yang
bisa dialami seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
3)
Situasi tersebut secara jelas dapat
dipahami dengan segera oleh orang-orang yang terlibat di dalamnya.
4)
Situasi tersebut dapat diramalkan dan
tidak memerlukan tindakan mendesak untuk dilakukan.
Proses pengambilan
keputusan untuk melakukan tingkah laku prososial dalam situsi tidak darurat, di
awali oleh adanya kesadaran (awareness) terhadap kebutuhan orang lain akan
bantuan. Keputusan untuk membantu orang lain bergantung pada proses
pertimbangan (judgemental process) yang melibatkan dua hal,yaitu: tanggung
jawab pribadi (attribution of responssibility) dan mempertimbangkan untung-rugi
(cots-reward calculation). Proses pertimbanagn tersebut dipengaruhi oleh empat
variabel, yaitu variabel pribadi (personal variables), variabel situasional
(situational variables), variabel karakteristik orang-orang yang membutuhkan
pertolongan (variables that characterize the person in need) dan variabel
kultural (cultural variables).
Reven dan Rubin (dalam
sulaiman, 1997) mengemukakan bahwa norma sosial yang menjadi bagian penting
dalam melakukan tingkah laku prososial, adalah:
a. Norma
tanggung jawab sosial (social responssibility norm), yaitu noma sosial yang
menentukan seseorang dalam menolong orang lain karena merasa bertanggung jawab
terhadap penderitaan yang di alami oleh orang lain. Norma ini memberikan arah
bahwa seharusnya kita membantu orang lain bergantung pada kita.
b. Norma
resiprositas (esiprocity norm), yaitu merupakan norma timbal balik yang
menentukan apakah seseorang akan membantu dan berkeajiban membantu orang yang
telah membantunya atau mengharapkan orang lain kelak akan membantunya.
c. Norma
keadilan (equity norm social justice), yaitu suatu tingkah laku menolong yang
dilakuakan didasari oleh norma keadilan, yaitu keseimbangan anytara memberi dan
menerima.
d.
Faktor – faktor yng mempengaruhi
perkembangan tingkah laku prososial
Ada beberapa faktor
agen sosialisasi yang dapat mempengaruhi perkembangan tingkah laku prososial,
yaitu:
a. Orangtua.
Orangtua memenuhi secara signifikan hasil sosialisasi anak mereka. Orangtua
mungkin menggunakan tiga teknik untuk mengajarkan anak-anak merelka bertingkah
laku altruistik, yaitu: reinforcement, modeling, dan intruction.
b. Guru.
Meskipun keluarga merupakan agen sosialisasi yang utamg, sekolah pun mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap tingkah laku anak (Eisenberg,1982). Guru mempunyai
kesempatan untuk mengarahkan anak-anak dengan menganalisias cerita-cerita dalam
bahasan yang berbeda. Isi cerita memberikan informasi tentang kapan dan
bagaimana melakukan tindakan menolong, seperti bagaimana peduli terhadap orang
lain. Selanjutnya isi cerita dapat mengembangkan empati dan kemampuan untuk
role taking terhadap orang lain (wolf, 1975).
c. Teman
sebaya. Ketika anak tumbuh dewasa, kelompok sosial menjadi sumber utama dalam
perolehan informasi, termasuk tingkah laku yang diinginkan. Identifikasi teman
sebaya mengarah pada internalisasi otomatis nilai kelompok. Melalui kelompok
teman sebaya, pengaruh dari agen sosialisasi yang lain menjadi terwakili, yaitu
guru. Guru dapat membimbing norma kelompok yang mendorong tingkah laku menolong
(Eisenberg, 1982).
d. Televisi.
Televisi bukan sekedar hiburan, dia merupakan agen sosialisasi yang penting.
Sekarang ini orang mulai mengamati pengaruh televisi terhadap perkembangan
tingkah laku prososial (Rushton, 1979). Melalui pengguanaan muatan prososial,
televisi mempengaruhi pemirsa sebagai modeling. Televisi tidak hanya
mengajarkan anak untuk mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan, tetapi
juga bisa mengerti dengan kebutuhan orang lain, membentuk tingkah laku
menolong, sekaligus juga memudahkan perkembangan empati (Eisenberg, 1982).
Selain agen sosialisasi seperti yang telah
disebutkan di atas, perkembangan tingkah laku prososial juga berkaitan erat
denagn moral dan agama. Akan tetapi, menurut penelitian Sappington dan Baker
(1995) yang berpengaruh pada perilaku menolong bukanlah seberapa kuatnya
ketaatan beragama itu sendiri, melainkan bagaimana kepercayaan atau keyakinan
orang yang bersangkutan tentang pentingnya menolong orang yang lemah oleh
agama.
e. Implikasi perkembangan tingkah laku
prososial terhadap pendidikan
Sekolah merupakan salah
satu konteks yang memberikan peranan penting dalam pengembangakan keterampilan
sosial anak dan remaja (deutsch,1993). Strategi yang dapat digunakan guru
disekolah dalam upaya membantu peserta didik dalam memperoleh tingkah laku
interpersonal yang efektif, yaitu:
1) Mengajarkan
keterampilan-keterampilan sosial dan strategi masalah sosial.
2) Menggunakan
strategi pembelajaran kooperatif.
3) Memberikan
label perilaku yang pantas.
4) Meminta
siswa untuk memikirkan dampak dari peilaku-perilaku yang mereka miliki.
5) Mengembangkan
program mediasi teman sebaya.
Memberikan
penjelasan bahwa tingkah laku agresif yang merugikan baik fisik maupun
psikologis orang lain tidak dibenarkan disekolah.
H. Gender
dan Perkembangan Peran Jenis Kelamin
1)
Penggolongan Gender
Penggolongan
gender merupakan proses dimana anak mendapatkan identitas gender sesuai yang
diharapkan masyarakat.
2)
Perkembangan Gender
Perkembangan penggolongan gender terfokus pada 3 hal yaitu
perkembangan identitas gender (gender identity), stereotip peran gender
(gender-role stereotype) dan pola perilaku golongan gender (gender-typed
behavior).
3)
Pemrosesan Informasi Pada Anak dan
Remaja
Kepribadian
terbentuk melalui serangkaian tahap perkembangan anak yang berusat pada efek dorongan
mencari kesenangan (pleasure-seeking energy).
BAB
IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Perkembangan moral
adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain
Terdapat perbedaan-
perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai dan moral sebagai pendukung
sikap dan perilakunya. Jadi mungkin terjadi individu atau remaja yang tidak
mencapai perkembangan nilai, moral, dan serta tingkah laku.
Spiritualitas memiliki
ruang lingkup dan makna pribadi yang luas, hanya saja spiritualitas dapat
dimengerti dengan membahas kata kunci yang sering muncul ketika orang-orang
menggambarkan arti spiritualis bagi mereka.
Pendidikan karakter
adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME),
diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia
insan kamil.
Kecerdasan adalah salah
satu milik kita yang berharga.Akan tetapi kecerdasan adalah salah satu konsep
yang sulit didefinisikan sehingga orang – orang paling cerdas pun abelum
mencapai kesepakatan perihal definisi dan cara pengukurannya.
Pemrosesan informasi
adalah suatu kerangka berpikir mengenai perkembangan remaja, sekaligus juga
suatu faset perkembangan tersebut.
Ditinjau dari
perspektif psikologi perkembangan, manusia adalah mahluk yang senantiasa
mengalami perubahan atau ‘change over time’. Sejak dari masa konsepsi hingga
meninggal dunia, manusia secara bertahap mengalami proses pertumbuhan dan
perkembangan. Salah satu aspek perkembangan psikososial yang di alami manusia
adalah perkembangan tingkah laku prososial.
Penggolongan gender merupakan proses dimana anak mendapatkan
identitas gender sesuai yang diharapkan masyarakat.Kepribadian terbentuk
melalui serangkaian tahap perkembangan anak yang berusat pada efek dorongan
mencari kesenangan (pleasure-seeking energy).Perkembangan penggolongan
gender terfokus pada 3 hal yaitu perkembangan identitas gender (gender
identity), stereotip peran gender (gender-role stereotype) dan pola
perilaku golongan gnder (gender-typed behavior).
DAFTAR
PUSTAKA
Desmita.2007.Psikologi
Perkembangan Peserta Didik.Bandung:Remaja Rosdakarya.
John
W.Santrock.2007.Adolescence.Dalas: TexasUniversity.
John
W.Santrock.2007.Perkembangan Anak.Jakarta: Erlangga.
Kartini
Kartono.2007.Psikologi Anak.Bandung:Mandar Maju.
sip sip sipp apik apik.. kunjungi blogku lahhh,,heheheh
BalasHapushhehe makasii ya...
Hapusaq kunjungi kok blog mu,,,bgs juga blogmu isinya :D
di folow donk blog ku,,, plizzz :)
iyoo wong golet2,, hahahha tapi isih berantakan kiee anu agi pertama, iseng2,,hehhe
BalasHapusow tapi uda bagus kok.. dr pada punya q msih sdrhana banget... hehehe
Hapus